Peternak Ayam Kampung Bersatu, Ketergantungan Impor Ayam Dapat Ditekan

Bynch

24 June 2021

SLEMAN | NARASIDESA.COM – Sejak akhir Mei 2021 lalu, sebanyak 639 peternak dari 400-an kabupaten/kota di Indonesia bersepakat membentuk Koperasi Peternak Ayam Kampung Unggul Balitbangtan (KOPAKUB). Hal ini bermula dari kesadaran bersama untuk meningkatkan perekonomian para peternak ayam kampung, karena dalam kenyataanya dunia peternakan dari hulu ke hilir sudah dikuasai oleh pemain besar. Sementara peternak mikro, kecil dan menengah hanyalah sebagai buruh. Andaikan sudah ada yang mengarah ke dunia industri, mereka kesulitan mendapatkan bibit ayam (DOC) yang berkualitas dan juga kesulitan mendapatkan pakan bernutrisi dengan harga yang terjangkau.

Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UMKM, Ahmad Zabadi, M.H., menyampaikan apresiasi sekaligus ikut men-support gerakan yang dilakukan para peternak ayam kampung. Menurutnya, kebutuhan ayam saat ini masih bersumber dari ayam broiler dan ayam negeri sehingga mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi terhadap impor. KOPAKUB sebagai lembaga yang menampung para peternak ayam kampung seluruh Indonesia, dalam hal ini bisa bergerak menjadi agregator bagi pertumbuhan usaha ternak ayam kampung, sehingga ketergantungan ayam impor dapat ditekan.

“Pemerintah dalam hal ini mendukung apa yang kemudian dilakukan teman-teman peternak ayam kampung dalam KOPAKUB ini. Ayam kampung ini kan hampir 100% berbasis lokal. Koperasi akan menjadi agregator sekaligus sebagai penyedia sarana produksi mulai dari kebutuhan pakan. Kebutuhan akan ayam kampung tetap tinggi dan mempunyai ceruk pasar tersendiri,” jelasnya kepada narasidesa.com saat ditemui disela Ngobrol Bareng (Ngobar) di Pendowoharjo Sleman, Rabu (23/6/2021).

Ahmad Zabadi juga sangat terkesan setelah berkunjung ke peternak ayam kampung di Kragilan, Mojosongo. “Setelah itu kami ke Klaten ke pabrik penghasil pakan ternak, kami terkesan dengan proses penyediaan pakan yang hampir sepenuhnya dengan pendekatan local wisdom. Ayam kampung ini dapat dikembangkan secara lebih masif. Di satu sisi ketersediaan masih sangat rendah yakni hanya 8,5% dari kontribusi (ketersediaan) ayam berbagai jenis secara keseluruhan,” paparnya.

Kendalanya ada pada ketersediaan DOC dan pakan masih sangat rendah. DOC (bibit ayam) dan PS (ayam Parent Stock penghasil ayam pedaging dan ayam petelur) sampai saat ini masih dikuasai perusahaan besar.

“Harapan kami koperasi KOPAKUB ini sebagai agregator. Sebagai contoh, PT. Agri Kencana di Klaten masih terkendala pakan yang terbatas, DOC nya juga terbatas. Dalam hal ini, Koperasi bisa menyiapkan alat-alat produksi, para peternak juga bisa dikonsolidasikan,” jelasnya.

Jumlah produksi yang besar biasanya ada kendala pada sistem pembayaran yang tertunda hingga bisa dua atau tiga minggu. “Maka dengan adanya Koperasi dapat menjadi solusi dalam hal ini. Kopakub juga bisa memfasilitasi akses ke Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM). Karena itu, penyaluran dana bergulir ini ke depannya memang diharapkan akan menjangkau lebih banyak koperasi,” ujarnya.

Ketua KOPAKUB, Dr. Yadiman, M.H., mengatakan bahwa selain dua hal tadi, persoalan lainnya ada dalam penjualan ketika panen. Harapannya, dengan adanya Kopakub ini agar tidak lagi mengimpor daging dan telor, meningkatkan perekonomian dan Kopakub menjadi Koperasi yang modern, sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh para peternak ayam kampung di Indonesia.

“Koperasi ini kami buat sudah dengan sistem digital agar dapat memudahkan komunikasi seluruh anggota dari Sabang sampai Merauke. Kami berupaya bergerak menguatkan ketrampilan teknis dan non teknis, menyerap hasil panen, memudahkan akses fasilitas pinjaman modal peternakan dengan pihak ketiga, berjejaring dengan seluruh peternak anggota dari berbagai daerah dan membagikan Sisa Hasil Usaha (SHU) dari unit bisnis yang diusahakan,” jelasnya.

Sementara itu, drh. Hari Wibowo yang membidangi urusan pakan, kesehatan dan pengembangan KUB 2 di KOPAKUB mengatakan bahwa saat ini KOPAKUB menjadi mitra pemerintah dalam menyalurkan DOC Janoko sebanyak 1 juta ekor. Pihaknya sudah merancang skenario pengembangan DOC Janoko hingga generasi ketiga yang diharapkan bisa membawa kemanfaatan maksimal bagi peternak.

“Untuk men-support pengembangan DOC KUB 2 Janoko tersebut, kami sudah merancang pendirian pabrik pakan mini dengan kapasitas 5 ton/hari di Klaten. Pabrik ini efektif didirikan di lokasi yang ada populasi ayamnya minimal 50 ribu ekor. Karena itu, dengan menjadi anggota KOPAKUB ini, peternak sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa KOPAKUB ini akan memperoleh kemudahan,” ujarnya.

Hari menambahkan skema 1 juta Janoko ini nantinya akan sangat menarik di mana para peternak akan bisa mendapatkan 30 ribu ekor perbulan terdiri dari jantan dan betina. KOPAKUB siap mendampingi memaksimalkan indukan untuk nantinya disebarkan dari Sabang sampai Merauke.

“Dari 15 ribu untuk indukan betina, kalau diseleksi indukan baik ada sekitar 12 ribu. Itu kalau menelur sesuai program sampai 200 dan ditetaskan minimal 100 ekor saja maka kita siap di tahap kedua dapat 1,2 juta ekor. Ini peternak generasi kedua mendapat dari indukan sebelumnya. Nanti ke tahap berikutnya lagi ada 48 juta. Ini bisa menghimpun 20 ribu peternak. Kalau saat ini harga ayam Rp 35 ribu per ekor maka kita punya peluang memutar Rp 1,7 triliun. Jika program 1 juta ini bisa terpenuhi, kita bisa putar Rp 70 triliun,” ungkapnya optimis. (nch)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *