Ponorogo, Narasidesa.com – Sejak diresmikan tanggal 25 Desember 2020, Kawasan Wisata Rest Area Bukit Soeharto di Desa Badegan, Kecamatan Badegan, Ponorogo, Jawa Timur, semakin ramai pengunjung.
Hal ini antara lain disebabkan tempatnya strategis yaitu berada di jalan utama yang menyambungkan Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah dan Ponorogo Jawa Timur.
Kepala Desa Badegan, Didik Suyanto, mengatakan bahwa Wisata Bukit Soeharto ini terwujud dari koordinasi antara pemuda Desa Badegan, Desa Biting dan Forpimka Kecamatan Badegan, Perhutani dan konsep dari pengurus karang taruna desa Badegan, serta disupport juga oleh Yayasan Damandiri.
“Secara lokasi, tempat wisata kami ini strategis karena letaknya berada di jalan utama perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hanya 16 km ke kota Ponorogo, sementara ke kota Wonogiri
48 km. Selama ini tidak ada tempat wisata yang berkelas nasional. Awalnya kami sebagai Mitra Kerja Perhutani. Yang dulunya petani hutan sekarang mereka bisa berjualan, tidak lagi mencari singkong di hutan. Kunjungan akan kami buka siang dan malam”, katanya saat ditemui disela-sela acara kunjungan pengurus Yayasan Damandiri di Bukit Soeharto pada Jumat (11/06/2021).
Didik menambahkan, pihak pemerintah desa Badegan sendiri, saat ini telah memiliki sejumlah rencana untuk mengembangkan kawasan seluas 6 hektare ini. Selain berencana menambah sejumlah wahana permainan seperti flying fox hingga water boom, pihaknya juga mengaku ingin menjadikan Bukit Soeharto ini sebagai kawasan wisata 24 jam dengan daya tarik wisata malam harinya.
“Lewat kunjungan ini kita berharap akan ada sinergi dari semua pihak untuk mengembangkan kawasan wisata Bukit Soeharto ini. Baik itu Yayasan Damandiri, pemerintah desa, Perhutani, maupun masyarakat sekitar. Sehingga diharapkan bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat, khususnya desa Badegan,” ungkapnya.
Desa Badegan ini memiliki jumlah penduduk sekitar 973 KK atau 3.637 jiwa yang tersebar di 3 wilayah padukuhan. Mayoritas warga berkerja sebagai petani penggarap maupun buruh tani hutan. Hal itulah yang membuat tingkat kemiskinan di desa Badegan hingga saat ini tercatat masih cukup tinggi, yakni hampir mencapai 40 persen.
“Sejak adanya objek wisata Bukit Soeharto ini, banyak petani hutan yang akhirnya memutuskan untuk memulai usaha baru dengan berjualan makanan, minuman, atau menjadi tukang parkir, sehingga pendapatan mereka meningkat drastis. Hal inilah yang kita harapkan, dimana keberadaan objek wisata ini bisa memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, sekitar” pungkasnya.
Terletak di kawasan perbukitan yang dikelilingi lembah sungai Morobangun, Bukit Soeharto ini awalnya hanyalah sebuah bukit biasa yang masuk kawasan Perhutani. Pada 1978 silam, Presiden Soeharto pernah singgah di bukit ini untuk melakukan kegiatan penghijauan atau reboisasi yang ditandai dengan pendirian monumen Soeharto. Sejak saat itu lah bukit ini disebut Bukit Soeharto.
Awalnya luasan bukit ini hanya sekitar 0,7 hektare. Namun kemudian diperluas menjadi 6 hektar untuk pengembangan. Dimulai sekitar 2019, penataan Bukit Soeharto sebagai kawasan wisata ini terus dilakukan dengan dukungan penuh dari Yayasan Damandiri, pemerintah desa, pihak perhutani maupun warga sekitar.
Ketua Yayasan Damandiri, Letjen (purn) Sugiono, didampingi Fuad Bawazier, selaku pengawas Yayasan Damandiri mengatakan bahwa terkait pembangunan kawasan wisata ini pada awalnya ia melihat ada yang kurang tepat. “Akan tetapi setelah kami melihat kemanfaatannya ternyata cukup bagus, sehingga kami akan mendukungnya terus”, ujarnya.
Acara ini dihadiri juga kepolisian dan TNI setempat, para pelaku UMKM, para pengurus Koperasi setempat dan perwakilan ponpes yang ada di Ponorogo.
Pengurus Koperasi Jaya Mandiri Sejahtera Desa Badegan, Umi, mengucapkan terimakasih kepada yayasan Damandiri yang telah memberikan modal usaha dan berharap dapat diberikan bantuan yang lebih besar lagi agar ia bersama rekan-rekannya sesama pelaku UMKM dapat lebih mengembangkan usahanya.
Kepala Desa Biting mengatakan masih terkendala dengan masalah koordinasi misalnya dengan Perhutani.
“Contohnya ketika kami menebang pohon kami sudah dilarang padahal pohon tersebut ditebang dalam rangka penataan kawasan wisata, belum lagi soal pengembangan lahan parkir yang kami akan mengembangkannya”, jelasnya.
Sementara itu, salah satu pedagang di kawasan wisata ini, Yayuk, mengatakan bahwa hari biasa ia bisa mendapatkan omset dari 400 ribu sampai 500 ribu per hari. “Selaku warga, saya sangat bersyukur, karena ini dapat meningkatkan perekonomian keluarga kami. Jika hari libur omset kami bisa mencapai 900rb”, ujarnya. (nch)