Jember | NarasiDesa.com – Produk olahan cokelat dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Abadi desa Bodag, Madiun kini resmi menembus pasar Kalimantan. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa produk desa tak lagi sebatas konsumsi lokal, melainkan mampu bersaing di tingkat regional dengan daya jual yang menjanjikan.

Langkah ekspansi tersebut difasilitasi melalui program pembinaan Bank Jatim yang sejak awal mendorong desa-desa untuk mengembangkan potensi unggulan berbasis kearifan lokal. Salah satu yang menonjol adalah “Rumah Coklat” yang dikelola oleh BUMDes Abadi, dengan produk utama berupa olahan cokelat premium dari kakao lokal. Setelah menjalani kurasi kualitas dan uji pasar, produk ini akhirnya lolos distribusi dan mulai dipasarkan ke beberapa kota besar di Kalimantan.
“BUMDes tidak hanya bicara ekonomi desa, tapi juga bagaimana kita bisa mencetak brand yang dipercaya konsumen lintas daerah,” ujar Direktur Bank UMKM Jatim dalam keterangan tertulis. Menurutnya, ekspansi ini adalah model skalabilitas usaha desa yang patut ditiru oleh daerah lain. “Kuncinya ada pada standar mutu, branding, dan jaringan distribusi yang jelas,” tambahnya.

Rumah Coklat Bodag saat ini mampu memproduksi 150–200 kg produk olahan kakao setiap bulan. Keikutsertaannya di misi dagang diharapkan dapat membuka peluang distribusi antarprovinsi, memperkenalkan produk cokelat lokal kepada konsumen yang lebih luas, sekaligus mendukung pemberdayaan ekonomi desa. Rumah Coklat Bodag merupakan nasabah Kredit Dana Begulir dengan bunga ringan yang hanya 4% per tahun.
Misi dagang yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur ini juga dihadiri oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Dalam sambutannya, Gubernur Jatim menekankan pentingnya perdagangan antar daerah dalam memperkuat perekonomian Jawa Timur.
Dari sisi masyarakat desa, dampaknya cukup signifikan. Produksi cokelat memberi peluang kerja baru bagi petani kakao dan ibu rumah tangga setempat yang dilibatkan dalam proses pengolahan. Selain itu, nilai tambah produk kakao mentah meningkat tajam setelah diolah menjadi cokelat kemasan, memberikan keuntungan ekonomi yang lebih adil di tingkat desa.
Meski begitu, tantangan tetap ada. Persaingan dengan produk komersial besar, keterbatasan modal kerja, serta kemampuan menjaga konsistensi kualitas menjadi ujian tersendiri. Namun, semangat kolaborasi antara pemerintah desa, BUMDes, perbankan, dan masyarakat dinilai cukup kuat untuk menjawab tantangan tersebut.
Ke depan, langkah BUMDes Jawa Timur ini diharapkan bisa menjadi contoh praktik baik (best practice) yang direplikasi oleh desa-desa lain di Indonesia. Jika model ini berhasil diperluas, bukan mustahil produk-produk BUMDes akan menghiasi pasar nasional bahkan internasional.