
Koperasi Desa Merah Putih, disingkat KDMP, telah dibentuk di banyak desa. Ia lahir sebagai amanat program nasional, bagian dari gelombang besar membangun ekonomi desa. Tapi, marilah kita jujur sejak awal: pembentukan KDMP banyak yang bersandar pada logika top-down. Ada arahan dari atas, ada tekanan dari program, ada rasa “harus ikut”, meski belum tentu tahu ke mana arah.
Tapi apakah itu salah?
Tidak. Selama kita mengingat satu hal mendasar: meski dibentuk karena instruksi, koperasi tetaplah koperasi. Ia bukan sekadar produk regulasi, bukan hanya badan hukum. Ia adalah organisme sosial-ekonomi. Dan karena itu, ia harus diperlakukan dengan penuh hormat: didengarkan aspirasinya, dikuatkan strukturnya, diberi napas agar bisa hidup dan tumbuh dari dalam, bukan sekadar dipajang di laporan.
Saya dan rekan-rekan di ABDSI serta NarasiDesa telah mendampingi banyak KDMP sejak awal. Kami melihat tantangan yang berulang: pengurus yang tak tahu harus mulai dari mana, tidak ada pencatatan keuangan, tak ada unit usaha, anggota pasif, dan koperasi tak ubahnya papan nama. Padahal semangat awalnya baik: memberdayakan ekonomi desa, menciptakan usaha bersama, mengurangi ketimpangan.
Di titik inilah, Peta Jalan KDMP menjadi penting. Ia bukan sekadar panduan teknis, tapi peta kesadaran. Ia mengajak kita menata koperasi secara bertahap dan terukur: dari pembentukan, ke aktivasi, sinkronisasi, pertumbuhan, penguatan, hingga kedaulatan. Dan pada tahap aktivasi inilah, kami memperkenalkan pendekatan 5T sebagai jantung manajemen koperasi.

Tata Lembaga, agar struktur organisasi jelas dan sah. Bukan sekadar SK, tapi ada rapat, mekanisme musyawarah, dan pelibatan anggota.
Tata Usaha, agar ada pencatatan, pembukuan, kas harian, dan dokumen yang tertib, karena koperasi yang baik, tertib dulu baru untung.
Tata Talenta, karena SDM koperasi bukan turun dari langit. Mereka harus dilatih, dibimbing, dan dimotivasi untuk bekerja dengan akhlak dan kompetensi.
Tata Mitra, karena koperasi tak bisa hidup sendiri. Ia harus membangun jaringan, kolaborasi dengan BUMDesa, pemerintah desa, pelaku usaha, dan lembaga keuangan.
Dan yang tak kalah penting, Tata Etika. Karena di desa, kepercayaan lebih berharga dari modal.
KDMP bukan proyek instan. Ia tidak akan berhasil hanya dengan modal SK atau pelatihan sehari. Ia harus dikelola seperti menanam benih: disiram dengan nilai, dipupuk dengan pelatihan, dan dijaga agar tidak dimakan hama kepentingan.

Kita tidak anti terhadap kebijakan dari atas. Tapi top-down tanpa bottom-up adalah kuburan sunyi. Kita harus pastikan KDMP tidak jadi koperasi yang mati sebelum sempat hidup. Karena jika kita gagal memberi jiwa pada badan hukum ini, kita akan tercatat sebagai generasi yang gagal membangun koperasi.
KDMP harus kita rawat sebagai gerakan. Gerakan sunyi rakyat desa untuk berdiri di atas kaki sendiri, dalam ekonomi, dalam martabat, dalam cita-cita.