Banyak Makanan yang Terbuang di Indonesia, Kementerian Pertanian Gelar Workshop Teknis FLW

Bynch

5 October 2022

Sleman | Narasidesa.com – Mengutip data The Economist Intelligence Unit, Indonesia merupakan penghasil sampah makanan (food loss and waste/FLW) kedua terbesar di dunia, di bawah Arab Saudi yang menempati peringkat pertama dan di atas Amerika Serikat yang berada di peringkat ketiga.

Kepala Balitbang Kementan RI, Prof. Dr. Fadjry Djufry,  mengatakan bahwa khusus di Indonesia memang tingkat Food Lost sangat tinggi, sehingga begitu banyak makanan yang hilang. “Food Loss kita mencapai 13 persen, targetnya kita akan turnkun menjadi 3 persen.  Sementara itu makanan yang terbuang (Food Waste) kita sekitar 344 kg per kapita per tahun. Jika hal tersebut bisa kita turunkan, tentunya pendapatan petani, efektivitas produksi pangan dan sektor lainnya seperti transportasi juga bisa naik. Maka dari itu, kita penting sekali untuk mulai mengedukasi masalah FLW ini kepada masyarakat,” jelasnya didampingi oleh Dr. Stefan Lange dari Thünen Institute, Jerman.

Kepala Balitbang Kementerian Pertanian RI, Prof. Dr. Fadjry Djufry.

Lebih lanjut, Kepala Balitbang Kementan RI tersebut juga mengatakan bahwa penyebab tingginya Food Waste adalah kebiasaan makan berlebihan. “Di Jerman jika kita makan di warung berlebih dikenai pinalti. Maka dari itu, dengan pertemuan ini diharapkan kita mendengarkan apa saja solusi yang disampaikan oleh para scientist yang hadir seperti dari Jerman, Jepang dan Perancis, untuk kemudian bisa diterapkan di Indonesia,” ujarnya.

Persoalan tingginya angka makanan yang hilang dan terbuang (FLW) menjadi pembahasan pokok dalam Workshop Teknis Regional Food Loss and Waste (FLW) yang diselenggarakan di Hotel Grand Keisha, Yogyakarta pada tanggal 5-6 Oktober 2022, dengan tema “What Reduction on Food Loss and Waste can and must contributed to Sustainable Intensification”. Workshop ini diselenggarakan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen), Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, Republik Indonesia, bekerja sama dengan Thünen Institute, Simon Fraser University, Food Agricultural Organization, Center for Indonesian Policy Studies, United Nations Environmental Programme, dan Stockholm Environment Institute Asia.

Acara ini menyusul suksesnya MACS-G20 pada 5-7 Juli 2022 di Bali dan Workshop Teknis Perubahan Iklim pada 3-5 Agustus 2022 di Bogor. Workshop dua hari ini bertujuan untuk mendukung pencapaian target SDG 12.3, mengurangi separuh sisa makanan di tingkat ritel, layanan makanan, dan rumah tangga, mengurangi kehilangan makanan di seluruh rantai pasokan serta memfasilitasi kerja sama dan jejaring di antara negara ASEAN.

Kebutuhan pangan dunia pada tahun 2050 akan meningkat 50-100% sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 9,7 miliar. Berdasarkan data sensus penduduk, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 mencapai 270,2 juta jiwa, meningkat 32,56 juta jiwa dibandingkan sensus penduduk 2010. Meningkatnya kebutuhan pangan untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk memiliki tantangan dengan tingginya Food Loss and Waste. Penanganan pascapanen yang tidak tepat dan kebiasaan konsumsi masyarakat dalam Food Loss and Waste menjadi kendala dalam Sistem Pengelolaan Food Loss and Waste.

Workshop hybrid ini diikuti oleh lebih dari 400 peserta meliputi para petani champion, asosiasi petani, akademisi riset nasional dan internasional, praktisi, industri, pembuat kebijakan, regulator, mahasiswa, komunitas, NGO, supermarket, dan pemangku kepentingan lainnya. Pada hari pertama (5 Oktober 2022), tujuh pembicara para ahli Food Loss and Waste, seperti Dr. Kohei Watanabe dari Jepang, Dr. Felicitas Schneider dari Jerman, dan para ahli lainnya dari Roma-Italia, Thailand, Perancis, dan Indonesia yang dihadirkan, baik luring maupun daring.

Sebagai informasi tambahan, Bappenas RI pernah melakukan kajian lanjutan terhadap riwayat FLW yang terjadi di Indonesia, bahkan sampai 20 tahun ke belakang. Dari penelusuran data yang dilakukan, kerugian ekonomi Indonesia akibat “mubazir pangan” tersebut adalah sebesar 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional atau setara dengan Rp 213-551 triliun per tahun. Sebuah nominal yang sangat besar dan merugikan lingkungan, karena makanan yang terbuang akan menjadi limbah dan menjadi sebuah permasalahan serius yang harus kita hadapi. (Nch)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *