Era BUMDes Dikelola ‘Seadanya’ Resmi Berakhir: Mengupas Standar Kompetensi Baru dalam Kepmenaker 152/2025

BySyawqi Muhammad

6 November 2025
Diskusi Kementerian Desa PDT dengan pengurus Persarikatan BUMDesa Indonesia (PBI) terkait SKKNI Pengelolaan BUMDesa

​Bertahun-tahun kita bicara tentang BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) sebagai soko guru ekonomi desa. Namun, kita juga jujur melihat fakta di lapangan: banyak BUMDes didirikan dengan semangat menggebu, namun berakhir layu atau bahkan mati suri sebelum berkembang.

​Masalah klasiknya seringkali seragam: konflik kepentingan, modal macet, dan yang paling utama, salah urus akibat minimnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). BUMDes seringkali masih dikelola secara amatir, berdasarkan “ilmu kira-kira” dan kekerabatan, bukan profesionalisme.

​Kini, pemerintah pusat tampaknya mengambil langkah serius untuk mengatasi akar masalah ini. Telah terbit Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor 152 Tahun 2025.

​Bagi sebagian orang, ini mungkin terdengar seperti “dokumen teknis” yang jauh dari realitas desa. Namun, jangan salah. Kepmenaker ini adalah lonceng penanda dimulainya babak baru profesionalisme BUMDes di seluruh Indonesia.

Apa Sebenarnya Isi Kepmenaker 152/2025?

​Sederhananya, Kepmenaker ini menetapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk bidang Pengelolaan BUMDes.

​Jika boleh dianalogikan, SKKNI ini adalah “cetak biru” atau “ijazah profesi”.

​Dokumen ini menjawab satu pertanyaan fundamental: “Seperti apa sosok pengelola BUMDes yang kompeten itu?”

​SKKNI ini mengurai secara rinci:

  • Keterampilan (Skill) apa yang harus dimiliki.
  • Pengetahuan (Knowledge) apa yang wajib dikuasai.
  • Sikap Kerja (Attitude) apa yang harus ditunjukkan.

​Ini bukan lagi soal “yang penting orangnya jujur” saja, tapi juga harus “pintar” mengelola bisnis. Standar ini mencakup segala hal mulai dari kemampuan menyusun rencana bisnis (business plan), mengelola keuangan secara akuntabel, memasarkan produk, hingga membangun kemitraan.

Mengapa Ini Jauh Lebih Penting dari Sekadar ‘Aturan’?

​SKKNI bukanlah undang-undang yang berisi sanksi pidana. SKKNI adalah alat ukur dan peta jalan. Inilah mengapa standar ini akan mengubah wajah BUMDes:

1. Mengakhiri Era Rekrutmen ‘Kucing dalam Karung’

Bagi Kepala Desa dan BPD, standar ini adalah berkah. Selama ini, memilih direksi atau pengawas BUMDes seringkali didasari faktor subjektif.

​Dengan SKKNI, Kepala Desa kini punya “mistar” yang jelas. Mereka bisa mensyaratkan calon pengelola BUMDes untuk memiliki Sertifikat Kompetensi yang diakui negara (dikeluarkan oleh BNSP berdasarkan SKKNI ini). Proses rekrutmen menjadi objektif, transparan, dan berbasis kualitas.

2. BUMDes ‘Naik Kelas’: Dari Amatir Menjadi Profesional

Bagi para pengelola BUMDes (Direktur, Sekretaris, Staf), ini adalah kesempatan emas.

​”SKKNI ini adalah jalur resmi bagi pengelola BUMDes untuk ‘naik kelas’. Mereka bukan lagi sekadar ‘penjaga warung’ milik desa, tapi diakui sebagai seorang manajer profesional.”

​Dengan memiliki sertifikat kompetensi, mereka punya nilai tawar, kredibilitas, dan jenjang karir yang jelas. Ini akan memacu gairah untuk terus belajar dan meng-upgrade diri.

3. Kurikulum Pelatihan yang Terstandar

Para Pendamping Desa atau Lembaga Pelatihan (BLK) tidak bisa lagi asal-asalan membuat materi “Pelatihan BUMDes”. SKKNI ini menjadi kurikulum wajib. Pelatihan di seluruh Indonesia akan memiliki standar materi yang sama, memastikan output SDM yang dihasilkan memiliki kualitas yang seragam dan mumpuni.

Tantangan di Depan Mata: Ini Bukan Jalan Tol

​Menerbitkan aturan adalah satu hal, melaksanakannya di lapangan adalah hal lain. Sebagai media yang mengawal desa, https://www.google.com/search?q=Narasidesa.com melihat beberapa “Pekerjaan Rumah” (PR) besar:

  • Sosialisasi: Bagaimana memastikan 75.000+ desa di Indonesia tahu dan paham soal standar baru ini? Ini adalah tugas berat Kemendesa PDTT dan Kemnaker.
  • Biaya Sertifikasi: Uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat pasti membutuhkan biaya. Siapa yang akan menanggung? Apakah desa mampu? Perlu ada skema subsidi atau pembiayaan dari Dana Desa (jika regulasinya memungkinkan) atau APBD.
  • Ketersediaan Penguji (Asesor): Indonesia butuh ribuan asesor kompetensi yang tersebar di daerah untuk menguji para pengelola BUMDes. Menyiapkan asesor ini butuh waktu.

Penutup: Standar Baru untuk Mimpi Lama

​Kepmenaker 152 Tahun 2025 adalah langkah maju yang strategis. Ini adalah upaya negara untuk memastikan bahwa BUMDes, sebagai mimpi lama kemandirian ekonomi desa, tidak gagal karena dikelola secara asal-asalan.

​Standar ini bukan untuk menyulitkan, tapi untuk menyelamatkan dan membesarkan BUMDes.

​Bagi desa, ini adalah momentum untuk berbenah. Bagi para pengelola BUMDes, ini adalah panggilan untuk segera meningkatkan kapasitas diri. Era profesionalisme BUMDes telah resmi dimulai.